Prostitusi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang tengah dibangun sebagai simbol kemajuan dan pemerataan pembangunan Indonesia, kini menghadapi tantangan sosial yang mulai mencuat ke permukaan: praktik prostitusi. Fenomena ini semakin terlihat di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur, masuknya ribuan pekerja dari berbagai daerah, serta belum meratanya pengawasan sosial di kawasan tersebut. Maraknya praktik prostitusi ini dikhawatirkan dapat mencoreng citra IKN sebagai kota masa depan Indonesia yang modern, berkelanjutan, dan beradab.

Prostitusi Tumbuh Seiring Laju Pembangunan
Seiring dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang datang untuk mengerjakan berbagai proyek infrastruktur di IKN, kebutuhan akan akomodasi, konsumsi, dan hiburan pun turut meningkat. Situasi ini menciptakan ceruk pasar yang menarik bagi pihak-pihak tertentu untuk menyediakan jasa ilegal, termasuk prostitusi. Berdasarkan laporan dari berbagai media lokal dan penelusuran sejumlah aktivis sosial, praktik ini mulai menjamur di beberapa kawasan hunian sementara serta penginapan tidak resmi yang berdiri di sekitar lokasi proyek utama.
Prostitusi di kawasan IKN tidak hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga mulai merambah ke ranah daring melalui aplikasi perpesanan dan media sosial. Tarif yang ditawarkan bervariasi, tergantung pada lokasi, waktu, dan latar belakang pelaku. Banyak dari para pekerja seks komersial ini bukanlah penduduk asli Kalimantan Timur, melainkan berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, bahkan hingga luar Pulau Jawa lainnya.

Pelaku dari Berbagai Daerah
Fenomena ini menunjukkan adanya migrasi sosial dalam bentuk kedatangan perempuan muda (dan tidak jarang pria) yang terlibat dalam praktik prostitusi ke kawasan IKN. Beberapa dari mereka mengaku datang karena dijanjikan pekerjaan di sektor jasa atau perdagangan, namun kemudian terjebak dalam lingkaran prostitusi akibat tekanan ekonomi atau tipu daya pihak ketiga.
Dalam wawancara anonim yang dilakukan oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal, sejumlah pelaku prostitusi mengaku berasal dari daerah-daerah dengan tingkat pengangguran tinggi. Mereka datang ke IKN dengan harapan bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Namun, karena minimnya keterampilan dan akses terhadap pekerjaan formal, sebagian dari mereka akhirnya memilih jalur cepat untuk mendapatkan uang.
Tidak hanya perempuan dewasa, kekhawatiran juga muncul terhadap kemungkinan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur, yang bisa terjadi jika pengawasan tidak diperketat. Beberapa kasus eksploitasi dan perdagangan orang yang melibatkan anak-anak telah tercatat di Kalimantan Timur dalam beberapa tahun terakhir, meski belum secara langsung dikaitkan dengan IKN.
Kurangnya Pengawasan dan Aturan Spesifik
Salah satu faktor yang menyebabkan praktik ini tumbuh subur adalah belum adanya sistem pengawasan sosial dan hukum yang kuat di kawasan IKN. Sebagai kota yang masih dalam tahap pembangunan, IKN belum memiliki infrastruktur pemerintahan yang lengkap, termasuk perangkat hukum, pengawasan, dan aparat penegak hukum yang memadai.
Sebagian besar pengawasan masih bertumpu pada aparat daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, yang wilayahnya mencakup sebagian besar area IKN. Namun, dengan luasnya wilayah dan cepatnya arus pendatang, aparat setempat kesulitan untuk melakukan pengawasan menyeluruh.

Ketiadaan regulasi khusus yang mengatur kawasan IKN dari sisi sosial dan moral juga menjadi celah. Pemerintah pusat hingga kini masih fokus pada aspek fisik pembangunan seperti jalan, gedung pemerintahan, dan fasilitas publik. Sementara itu, aspek sosial—seperti perlindungan terhadap kelompok rentan, pencegahan perdagangan manusia, dan pemberdayaan masyarakat lokal—masih belum menjadi prioritas utama.
Respon Pemerintah dan Masyarakat
Menanggapi kekhawatiran ini, beberapa pejabat pemerintah daerah dan perwakilan Otorita IKN mulai memberikan pernyataan. Mereka menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir praktik-praktik ilegal yang mencoreng tujuan pembangunan IKN sebagai pusat pemerintahan yang berkelas dunia. Satpol PP dan aparat kepolisian telah mulai melakukan razia rutin di beberapa lokasi yang dicurigai menjadi tempat praktik prostitusi terselubung.
Namun, langkah ini dianggap masih belum cukup oleh sejumlah pengamat sosial. Mereka menekankan pentingnya pendekatan preventif melalui penyuluhan, pemberdayaan ekonomi, dan pembangunan sistem sosial yang sehat di kawasan IKN. Pendirian pusat layanan masyarakat, pelatihan kerja bagi pendatang, dan regulasi terkait pengelolaan penduduk baru dianggap sebagai langkah strategis jangka panjang.
Masyarakat lokal juga diimbau untuk aktif melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan mereka serta ikut serta dalam menjaga nilai-nilai sosial dan budaya daerah. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan media dinilai sangat penting untuk mencegah berkembangnya praktik prostitusi menjadi industri bawah tanah yang sulit dikendalikan di masa depan.
Penutup
Maraknya praktik prostitusi di kawasan IKN menjadi sinyal bahwa pembangunan fisik harus diimbangi dengan pembangunan sosial dan kultural yang inklusif. Keberadaan pelaku dari berbagai daerah mencerminkan daya tarik ekonomi IKN, namun sekaligus menjadi pengingat bahwa pengelolaan sosial tidak bisa diabaikan. IKN sebagai proyek strategis nasional harus dijaga bukan hanya dari sisi infrastruktur, tetapi juga dari potensi penyimpangan sosial yang dapat merusak visi dan citranya sebagai ibu kota masa depan Indonesia.